Sabtu, 28 November 2015

Pengertian, Konsep, Karakter dan Kondisi Wirausaha

Pengertian Wirausaha

Kata entrepreneurship yang dahulunya sering diterjemahkan dengan kata kewiraswastaan akhir-akhir ini diterjemahkan dengan kata kewirausahaan. Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis yaitu entreprendre yang artinya memulai atau melaksanakan.
Wiraswasta/wirausaha berasal dari kata: Wira: utama, gagah berani, luhur; swa: sendiri; sta: berdiri; usaha: kegiatan produktif
Dari asal kata tersebut, wiraswasta pada mulanya ditujukan pada orang-orang yang dapat berdiri sendiri. Di Indonesia kata wiraswasta sering diartikan sebagai orang-orang yang tidak bekerja pada sektor pemerintah yaitu; para pedagang, pengusaha, dan orang-orang yang bekerja di perusahaan swasta, sedangkan wirausahawan adalah orang-orang yang mempunyai usaha sendiri. Wirausahawan adalah orang yang berani membuka kegiatan produktif yang mandiri.
Hisrich, Peters, dan Sheperd (2008:h 10) mendifinisikan: “Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan, sertra kepuasan dan kebebasan pribadi”. Kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai berikut: “Wirausaha usaha merupakan pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan (Nasrullah Yusuf, 2006).

Kata kunci dari kewirausahaan adalah;
1. Pengambilan resiko
2. Menjalankan usaha sendiri
3. Memanfaatkan peluang-peluang
4. Menciptakan usaha baru
5. Pendekatan yang inovatif
6. Mandiri (misal; tidak bergatung pada bantuan pemerintah


1.     karakter-karakter seorang wirausaha

Ada karakter-karakter yang paling dibutuhkan untuk mendukung munculnya seorang wirausaha yang berpeluang sukses tersebut, yaitu:
(1) Daya gerak (drive), seperti inisitaif, semangat, tanggung-jawab, ketekunan dan kesehatan.
(2) Kemampuan berpikir (thinking ability), seperti gagasan asli, kreatif, kritis dan analitis.
(3) Kemampuan membina relasi (competency in human relation), seperti mudah bergaul (sociability), mempunyai tingkat emosi yang stabil (EQ tinggi), ramah, suka membantu (cheer fullness), kerja sama, penuh pertimbangan (consideration), dan bijaksana (tactfulness).
(4) Mampu menyampaikan gagasannya (communication skills), seperti terbuka dan dapat menyampaikan pesan secara lisan (bicara) atau tulisan (memo).
(5) Keahlian khusus (technical knowledge), seperti menguasai proses produksi atau pelayanan yang dibidanginya, dan tahu dari mana mendapatkan informasi yang diperlukan.



1.     Wirausahawan dilahirkan, dicetak, atau lingkungan

Perdebatan yang sangat klasik adalah perdebatan mengenai apakah wirausahawan itu dilahirkan yang menyebabkan seseoarng mempunyai bakat lahiriah untuk menjadi wirausahawan atau sebaliknya wirausahawan itu dibentuk atau dicetak. Sebagian pakar berpendapat bahwa wirausahawan itu dilahirkan sebagian pendapat mengatakan bahwa wirausahawan itu dapat dibentuk dengan berbagai contoh dan argumentasinya. Misalnya Mr.X tidak mengenyam pendidikan tinggi tetapi kini dia menjadi pengusa besar nasional. Dilain pihak kini banyak pemimpin/pemilik perusahaan yang berpendidikan tinggi tetapi reputasinya belum melebihi Mr. X tersebut.

Pendapat lain adalah wirausahawan itu dapat dibentuk melalui suatu pendidikan atau pelatihan kewirausahaan. Contohnya, setelah Perang Dunia ke-2 beberapa veteran perang di Amerika belajar berwirausaha. Mereka belajar berwirausaha melalui suatu pendidikan atau pelatihan baik pendidikan/pelatihan singkat maupun pendidikan/pelatihan yang berjenjang. Dengan modal pengetahuan dan fasilitas lainnya mereka berwirausaha. Ada yang mengatakan bahwa seseorang menjadi wirausahawan itu karena lingkungan. Misalnya, banyak orang WNI keturunan menjadi wirausahawan yang sukses karena mereka hidup di lingkungan para wirausahawan atau pelaku usaha.

Pendapat yang sangat moderat adalah tidak mempertentangkan antara apakah wirausahawan itu dilahirkan, dibentuk atau karena lingkungan. Pendapat tersebut menyatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan tidak cukup hanya karena bakat (dilahirkan) atau hanya karena dibentuk. Wirausahawan yang akan berhasil adalah wirausahawan yang memiliki bakat yang selanjutnya dibentuk melalui suatu pendidikan atau pelatihan, dan hidup di lingkungan yang berhubungan dengan dunia usaha.

Seseorang yang meskipun berbakat tetapi tidak dibentuk dalam suatu pendidikan /pelatihan tidaklah akan mudah untuk berwirausaha pada masa kini. Hal ini disebabkan dunia usaha pada era ini menghadapi permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan era sebelumnya. Sebaliknya orang yang bakatnya belum terlihat atau mungkin masih terpendam jika ia memiliki minat dengan motivasi yang kuat akan lebih mudah untuk dibentuk menjadi wirausahawan. Bagi yang ingin mempelajari kewirausahan janganlah berpedoman pada berbakat atau tidak. Yang penting memiliki minat dan motivasi yang kuat untuk belajar berwirausaha.

2.     Nilai-Nilai Kewirausahaan dalam Organisasi Bisnis

Entrepreneur dalam dunia bisnis telah banyak dijadikan pilihan bagi sebagian besar pelaku bisnis. Entrepreneur telah dianggap memiliki kemampuan untuk mandiri dan berhasil, dan bahkan memberikan peluang kerja bagi orang lain. Dengan berentrepreneur, tidak saja memungkinkan orang dapat melakukan sesuatu yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan, namun di samping itu juga, berentrepreneur akan mendapatkan kebebasan keuangan dan waktu yang cukup untuk melakukan berbagai kegiatan yang mereka sukai bersama teman-teman dan keluarganya.

Memang, memulai bisnis tidak semudah yang dibayangkan. Tidak sedikit orang yang tidak kunjung melangkah karena begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab, bahkan keraguan sehingga membuat banyak orang menghabiskan waktu untuk merenung tanpa melakukan apa-apa. Banyak pula orang yang tidak segera memulai bisnis, meski sudah mekualitasskan untuk menjadi pengusaha, karena selalu dibayang-bayangi oleh ketakutan: takut gagal dan hanya membayangkan kemudahan saja. Sebenarnya, di dalam dunia bisnis, kesuksesan dan kegagalan adalah hal yang sudah lumrah. Masalahnya apakah mereka sanggup mengatasi kegagalan untuk bangkit kembali mengejar keberhasilan. Itulah sebetulnya tantangan para entrepreneur dalam dinia bisnis.

Mengapa seorang entrepreneur dapat lebih tangguh dari yang lain? Kuncinya adalah pada etos bisnis, yaitu keyakinan yang kuat dan mendalam mengenai nilai penting dari bisnis yang ditekuninya. Seseorang dengan keyakinan bahwa bisnisnya itu bermakna penuh bagi hidupnya, maka ia akan berjuang lebih keras untuk berhasil. Berbeda dengan seseorang yang menganggap bisnisnya sebagai alternatif mencari uang, bila menemui kesulitan, akan dengan cepat meninggalkannya untuk mencari alternatif baru yang diharapkan lebih mudah.




KONDISI WIRAUSAHA DI MASYARAKAT

Di dunia,negara-negara biasa terbagi menjadi negara maju, atau negara berkembang. Negara maju adalah sebutan untuk negara yang menikmati standar hidup yang relatif tinggi melalui teknologi tinggi dan ekonomi yang merata. Contoh-contoh negara yang bisa dikatakan sebagai negara maju antara lain, Amerika Serikat, Hong Kong, Belanda, Portugal, Spanyol dan masih banyak lagi. Sedangkan Negara berkembang
adalah sebuah negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indek perkembangan manusia yang kurang dibandingkan dengan norma global.
Contoh Negara berkembang: Meksiko, India, Malaisya dan Indonesia.

Mengapa Indonesia masih di katakan sebagai negara berkembang? Padahal Indonesia di kenal dengan negara yang kaya akan Sumber Daya Alamnya (SDA). Karena kecendrungan negara-negara berkembang adalah ditandai dengan masyarakat yang memiliki pendapatan  perkapita lebih rendah dibandingkan negara maju dan biasanya memiliki populasi penduduk yang padat. Negara berkembang belum mempunyai kondisi ekonomi dan sosial yang makmur, kebanyakan penduduknya miskin, pemikiran-pemikiran modern belum menyusup sampai ke desa-desa, dan kemajuan teknologi masih sangat jarang mampir sampai ke desa-desa, serta banyaknya pengangguran. Melihat kondisi itu  maka Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk di dalamnya. Pendapatan masyarakat yang rendah dan tingkat populasi penduduk yang tinggi menjadi suatu permasalahan yang harus diatasi oleh pemerintah negara berkembang dalam upaya mensejahterakan rakyatnya. Di kota besar seperti Jakarta yang terhitung pendududknya sangat padat, keadaan seperti ini sudah menjadi pemandangan umum. Banyak orang yang hidup kurang beruntung  terpaksa hidup sebagai pemulung sampah. Karena pendapatan yang diperolehnya sangat rendah, anaknya tidak dapat disekolahkan sehingga tingkat kecerdasan anak tersebut tidak berkembang. Hal ini juga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang tajam antara orang  yang berpenghasilan tinggi dan orang yang berpenghasilan rendah. Hal ini menyebabkan kemerosotan perekonomian di Negara Indonesia. Jika di biarkan keadaan perekonomian Negara Indonesia seperti itu terus maka semakin lama Negara akan semakin miskin dan terbelakang, serta berdampak pada keamanan nasional akan terganggu.

Maka dari itu peran kewirausahaan sangat diperlukan untuk pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Mengapa? Ada beberapa alasan mengapa kewirausahaan dikatakan sebagai faktor yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Yang pertama, kewirausahaan dapat membuka lapangan kerja di Indonesia. Menurut data dari BKD (Badan Kepegawaian Daerah), jumlah pegawai saat ini sekitar 7.663.570 orang yang terdiri dari PNS 4.700.000 orang, guru dan dosen sekitar 2.000.000, TNI sekitar 464.000, Polri sekitar 412.000. Seperti yang kita ketahui saat ini  pertumbuhan penduduk setiap tahunnya melonjak meningkat dan lapangan kerja yang sedikit menyebabkan banyaknya pengangguran di Indonesia. Selain itu Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) semakin berkurang juga makin membuat melarat rakyat Indonesia. Sehingga pengangguran di Indonesia setiap tahunnya semakin bertambah pada tahun jumblahnya hampir 8,32 juta orang atau 7,14%. Penduduk Indonesia sekarang berjumblah 237,8 juta orang, adapun angkatan kerja sebanyak 1165 juta orang. Artinya orang yang bekerja berjumlah 108,2 juta. Sisanya yang belum bekerja sekitar 8,32 juta orang, itulah pengangguran. Dengan banyaknya pengangguran di Indonesia, maka tingkat kriminalitas akan meningkat. Karena semua orang ingin bertahan hidup. Jangankan pengangguran yang tidak mempunyai pekerjaan atau belum mendapat pekerjaan, bahkan pejabat-pejabat tinggi yang kita ketahui sudah mempunyai kursi yang layak, fasilitas serta gaji yang mencukupi, masih bisa melakukan tindak kriminal seperti tindak pidana pencurian yuang negara atau korupsi yang sangat amat merugikan uang negara. Karena masalah-masalah tersebut diatas dan ada batas penerimaan pegawai negri, maka sumber potensi yang bisa mengurangi pengangguran adalah menjadi profesional di berbagai organisasi dan perusahaan swasta. Misalnya di sektor pertanian, industri, bidang jasa. Ruang lain yang terbuka bagi penganggur adalah menjadi pekerja pembangunan infrastruktur jalan, bandara, pelabuhan, perumahan, pembangkit listrik. Potensi terakhir dan sangat membantu menyerap tenaga kerja baru adalah wirausaha. Maka di butuhkanlah adanya seorang wirausahawan, dengan adanya 1 wirausahawan di Indonesia maka akan mengurangi sedikit dari 8,32 juta orang itu bagaimana jika tenaga kerja swasta atau wirausaha dan tenaga kerja negri bisa seimbang tidak heran jika suatu saat Indonesia dapat mengatasi masalah pengangguran di negaranya.

Kewirausahaan juga memiliki peranan penting untuk menjadikan masyarakat lebih kreatif dan mandiri. Di Indonesia sendiri jumlah wirausahawan adalah sebesar 19,3% dari jumlah total penduduk dewasa. Dengan adanya kewirausahaan masyarakat dapat mempunyai kemampuan untuk  menciptakan dan menyediakan produk yang bernilai tambah atau inovasi-inovasi yang baru sehingga dapat menjadikan masyarakat lebih kreatif dalam menyampaikan ide-ide dan kreasinya, mereka bisa menciptakan barang yang dirasa perlu dan penting untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri sehingga tidak perlu menimpor dari luar negeri. Selain itu masyarakat tidak tergantung dengan pemerintah seperti tenaga kerja negri (PNS) yang masih di gaji oleh pemerintah, bahkan seorang wirausaha akan mendatangkan omset yang akan di berikan ke negara melalui pajak. Secara tidak langsung kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa stabil.
Alasan ketiga mengapa wirausaha berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah  menarik invesrtor asing untuk berinverstasi atau menanamkan modalnya di Indonesia. Satu kekurangan dari negara maju seperti contohnya negara Amerika yang berinvestasi di Indonesia. Dengan adanya investor asing seperti itu maka akan dapat menambah devisa negara. Selain itu wirausaha dapat mendorong meningkatnya sector pariwisata di Indonesia.

Contohnya:  Seorang wirausaha membuka usaha pembangunan hotel di dekat pantai Lovina, Daerah Buleleng, Bali. Dengan adanya hotel di depan pantai Lovina maka akan mengundang para turis asing untuk mengunjungi pantai Lovina selain karena devisa negara akan bertambah, si wirausahawan akan membayar pajak dari jumlah pendapatan yang dia peroleh dari usahanya membangun hotel.
            Itulah mengapa wirausaha di katakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Inonesia. Tapi ada beberapa kendala yang dialami oleh wirausahawan yaitu biasanya yang menjadi kendala utama orang takut untuk membuka usaha atau berwirausaha di karenakan mereka tidak mempunyai cukup modala untuk berwirasaha. Tapi untuk mengatasi hal itu pemerintah telah mempogramka untuk rakyat kecil peminjaman modal melalui bank dan program UKM (Usaha Kecil Menangah). Melalui program ini bukan hanya masyarakat yang pempunyai moda besar yang bisa membuka usaha, tapi masyarakat kecil juga bisa. Dengan UKM ini bisa mengurangi pengangguran juga sehingga kemiskinan di Indonesia semakin membaik. Dan program ini telah berjalan sangat baik dan membantu perekonomian di Indonesia dan kesejahteraan rayat Indonesia.

SUMBER: 23.
Griffin, RW. Dan Ebert, RJ., Binis (Jilid 1), Jakarta:Prehallindo, 1997.
Mas’ud & Mahmud, Kewirausahaan, Yogyakarta:BPFE, 2005.
https://id.wikipedia.org/wiki/Wirausahawan




Jumat, 27 November 2015

5 PENGUSAHA MUDA YANG SUKSES
Kelompok :
·         Triwinner Sianipar
·         Yulian Prayugo

Rangga Umara: menjadikan pecel lele naik kelas

Kisah hidup berliku dari seorang pejuang kehidupan dengan tekad bulat dan keyakinan pada akhirnya berbuah manis. Jerih payah, jatuh-bangun membangun bisnis pada akhirnya dirasakan oleh Rangga Umara (31),pemilik RM Pecel Lele Lela. Sebelum banting setir memilih jalan pengusaha, Rangga adalah karyawan dengan posisi manajer di perusahaan swasta. Mengetahui perusahaan tempat kerjanya tidak sehat dan tinggal menunggu giliran PHK, setelah teman-temannya terkena PHK, Rangga mulai memikirkan jalan hidup lain. Pengalaman itu membuat Rangga tidak mau lagi menjadi karyawan.
Pada akhirnya, Rangga mulai merintis bisnis sendiri. Diawali dengan tidak ada ide, bisa dikatakan dengan modal nekat dan niat, Rangga membuka warung seafood kaki lima dengan diferensiasi tempat dibuat unik. Modal pertama hanya tiga juta, itu pun dari hasil menjual barang-barang pribadinya. Sampai tiga bulan pertama, warung seafood-nya masih sepi pengunjung.
Merasa bahwa lokasi yang menjadi kendala utama, Rangga pun mulai mencari tempat lain. Rangga menawarkan kerja sama dengan warung makan lainnya, tetapi selalu ditolak. Sampai suatu hari Rangga mendatangi sebuah rumah makan semipermanen di kawasan tempat makan, di kawasan Pondok Kelapa. Pemilik rumah makan itu juga menolak tawaran kerja sama yang diajukan Rangga. Ia justru menawari membeli peralatan rumah makannya yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Karena keterbatasan modal, Rangga menolak membeli peralatan rumah makan tersebut. Ia hanya menyewa tempat seharga Rp1 juta per bulan.
Di tempat usaha yang baru, Rangga memutuskan untuk berjualan pecel lele, makanan favorit saat kuliah. Lagi-lagi nasib baik belum menghampirinya. Ketika berjualan lele, yang laku malahan ayam. Kalau menu ayam habis, pembeli langsung memilih pulang. Rangga berkeyakinan bahwa menu masakan lele itu enak. Untuk mengujinya, ia menawari pembeli untuk mencicipi menu lele dan keyakinannya itu diperkuat oleh pendapat pengunjung.
Naluri wirausaha Rangga pada momen itu sangat kuat. Dia mampu melihat peluang yang tidak titangkap orang lain. Lele yang biasanya di rumah makan hanya menjadi menu tambahan, oleh Rangga disajikan sebagai menu utama. Bagaimana membuat hal yang tidak biasa menjadi biasa di mana lele menjadi sajian utama dapat diterima oleh konsumen? Di tahap ini, naluri inovasi Rangga menunjukan kebolehannya. Inovasi hidangan lele untuk menonjolkan kelebihan lele sebagai menu makanan yang terletak pada kelembutan dagingnya dan memperbaiki bentuk lele sebagai makanan yang tidak menarik dengan dibaluri tepung dan telur. Jadilah lele tepung yang lambat laun disukai konsumen.
Setelah pindah ke tempat baru, pendapatan rumah makan rangga meningkat menjadi Rp3 juta per bulan. Membandingkan dengan gaji sebagai karyawan yang tidak jauh berbeda dengan pendapatan rumamakannya, Rangga berniat untuk lebih total menekuni bisnisnya. Usaha warung makan lele Rangga yang masih baru dan mulai direspon baik oleh konsumen, tidak terlepas dari kendala. Lokasi yang pada awalnya menjadi kendala, sudah teratasi, selanjutnya muncul tantangan baru. Tahu usaha rumah makan lele Rangga laris, pemilik rumah makan menaikan sewanya menjadi Rp2 juta per bulan. Belum lagi Rangga harus memikirkan gaji tiga karyawan yang menggantungkan nasibnya kepada dirinya.
Sementara pendapatan menjadi minus karena kenaikan biaya sewa dan gaji karyawan, Rangga terjebak oleh rentenir dengan berutang sebesar Rp5 juta. Usaha Rangga sempat mengalami jatuh-bangun. Dari pengalaman itu, mental wirausahawan Rangga terbangun. Seiring berjalannya waktu, Rangga mulai bijak menghadapi tekanan dan tantangan. Usahanya pun berbuah manis.  Berkat lele goreng tepung andalan, rumah makan Rangga semakin ramai pengunjung. Pecinta lele dari berbagai kawasan datang ke rumah makannya di Pondok Kelapa. Selanjutnya, Rangga membuat putusan besar dengan pindah tempat dari tempat rumah makan sebelumnya yang disewa Rp2 juta per bulan. Tidak hanya itu, inovasi masakan lele terus berlanjut dengan sajian tiga menu utama, yaitu lele goreng tepung, lele filet kremes, dan lele saus padang.
Ketika usaha warung makan sedang menanjak, Rangga dihadapkan pada masalah baru lagi, yaitu koki utamanya keluar dan diketahui dia membuat usaha sejenis. Rangga kecewa, mengapa tidak berbicara sebelumnya karena kalau tahu tentunya dapat dikerjasamakan dan saling mendukung. Masalah terselesaikan ketika tidak direncanakan Rangga bertemu teman lamanya saat SMA, Bambang. Bambang pada saat itu bekerja di restoran cepat saji. Keduanya kemudian bercerita, bertukar pikiran dan pengalaman mengenai makanan dan bisnis rumah makan. Lalu, Rangga menjadikan Bambang sebagai konsultannya kecil-kecilan dengan honor hanya mengganti uang besin.
Ketika bisnis mulai menanjak, Rangga membangun fondasi usahanya, meletakkan pijakan dasar berupa budaya kerja dengan membuat SPO dengan dibantu oleh Bambang. Pada tahap pengembangan ini, perananBambang sangat besar membantu Rangga. SPO menjadi dasar pembukaan cabang lainnya untuk mengontrol kualitas makanan agar rasanya tidak berubah-ubah dan pelayanannya pun mempunyai diferensiasi trersendiri. Pada akhirnya Bambang menjadi general manager Pecel Lele Lela.
Pada 2009, menanggapi banyaknya permintaan, Rangga mulai mewaralabakan Pecel Lele Lela. Waralaba Pecel Lele Lela berdampak positif untuk pengembangan usaha. Pecel Lele Lela lebih dikenal oleh masyarakatdan selanjutnya permintaan konsumen pun meningkat. Waralaba lele Lela diminati banyak orang, bahkan sampai ke luar daerah, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Medan.
Lele Lela berhasil menjaga kualitas rasa dan layanan yang menjadi kunci sukses bisnis kuliner. Tidak hanya itu, untuk menjaga bisnis tetap dalam fase pertumbuhan, Lele Lela terus berinovasi dengan rasa, mengembangkan berbagai menu hidangan lele yang khas dan berbeda. Inovasi di sisi layanan Lele Lela mengembangkan budaya sambutan ucapan “Selamat Pagi” kepada setiap konsumen yang datang meskipun waktunya siang, sore, dan malam. Rangga menunjukkan bahwasanya seorang wirausahawan haruslah kreatif dan inovatis mengembangkan nilai-nilai baru untuk meningkatkan nilai produknya.
Sekarang ini Lele Lela mendapatkan permintaan waralaba dari orang-orang Indonesia yang tinggal di Jeddah, Penang, Kuala Lumpur, dan Singapura. Rencananya, cabang-cabang di luar negeri akan direalisasikan tahun ini. Nama Lela sendiri sebenarnya hanyalah singkatan, yaitu Lebih Laku. Ini sekaligus menjadi doa supaya Lele Lela terus berkembang. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi Rangga ketika Pecel Lele Lela ikut mengisi menu acara buka bersama yang diadakan Presiden SBY di Istana Negara, dihadiri para menteri dan duta dari negara sahabat.
Selain itu, tahun lalu Rangga selaku pendiri dan pemilik Lele Lela juga menerima penghargaan dari Menteri Perikanan dan Kelautan karena usahanya dinilai paling inovatif dalam mengenalkan dan mengangkat citra lele dengan menciptakan makanan kreatif sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan. Penghargaan lain yang juga diraihnya adalah Indonesian Small and Medium Business Entrepreneur Award (ISMBEA) 2010 dari Menteri Usaha Kecil dan Menengah. Dua penghargaan ini makin memotivasi Rangga untuk lebih giat bekerja menjadikan lele sebagai menu modern.
Kesuksesan yang dicapai Rangga bukan semata-mata hanya kematangan konsep dan kematangan menu,tetapi juga totalitas dan komitmen karyawan sebagai bagian aktor yang ikut membesarkan Lele Lela. Kini omset seluruh cabang mencapai Rp1,8 miliar per bulan. Sampai kini, Rangga masih memegang keyakinanbahwa jika kita mau fokus dalam melangkah, pasti akan sukses.


Ahmad Anggoro Pengusaha kaos
Ahmad Anggoro, kini berusia sekitar 23 tahun. Pemuda yang lahir pada tanggal 9 september 1991 silam, ternyata mampu meraih kesuksesan lebih cepat di bandingkan kebanyakan orang lain. Di usianya yang masih terbilang muda, pria kelahiran Kediri ini mampu menjadi pengusaha sukses dengan omzet ratusan juta rupiah perbulan dari peluang usaha clothing yang telah ia jalani sejak tahun 2010. Lalu seperti apa kisah pemuda sukses ini?

Ahmad anggoro hanyalah seorang lulusan SMK swasta yang merupakan anak sulung dari sepasang suami istri yang tidak kaya. Berasal dari keluarga yang biasa - biasa saja membuat pemuda ini nekad merantau ke Jakarta. Dengan hanya bermodalkan ijazah SMK dan uang seadanya, ia kemudian mencoba peruntungannya di kota metropolitan di Jakarta. Sesampainya di Jakarta, beliau kemudian tinggal di sebuah kontrakan kecil di Jakarta Timur.

Harapan untuk sukses di kota Jakarta memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebelum ia sukses, ia pernah bekerja sebagai buruh pabrik kayu. 2 Bulan bekerja di pabrik tersebut, beliau kemudian menjadi penjaga warnet dengan hasil bulanan sekitar Rp. 700.000,- / bulan. Dengan gaji sekecil itu tentu sangat kurang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di Jakarta. Ia berpikir keras, peluang usaha apakah yang sekiranya dapat ia jadikan usaha sampingan agar ia bisa sukses.

Satu fakta yang ia sadari adalah Ahmad memiliki kemampuan menggambar. Ia menyadari bahwa potensi yang di milikinya adalah dalam hal grafis atau menggambar. Dari sini timbul ide untuk menjalankan usaha clothing. Setelah melakukan survey pasar, Ahmad menyimpulkan bahwa usaha clothing atau pembuatan pakaian. Ia menyimpulkan bahwa usaha pembuatan pakaian masih memiliki potensi yang sangat besar untuk di jalankan karena banyaknya peminat terlebih para anak muda yang gemar mengoleksi kaus atau pakaian. Dari sinilah kemudian cerita suksesnya bermula.

Dengan modal 2 juta yang ia dapatkan dari hasil menabung gaji di warnetnya selama satu tahun. Ia kemudian terjun ke dunia bisnis bagian clothing. Karena ia tidak memiliki pengalaman di bidang sablon dan sebagainya, beliau berinisiatif untuk belajar secara otodidak. Dan kemudian dia berhasil memproduksi kaos dengan labelnya sendiri. Ia membeli kaos dalam jumlah besar kemudian ia membuat desain untuk kaosnya lalu mencari tukang sablon yang dapat mencetak gambar - gambar yang telah ia desain di kaosnya.

Kaos hasil kreasinya kemudian ia pasarkan kepada teman - temannya melalui lewat jejaring sosial atau selebaran. Setelah beberapa menjalankan bisnis ini, ia tak luput dari halangan dan rintangan. Tepatnya pada tahun 2010, di tahun pertamanya menjalankan bisnis kaos, ia rupanya mengalami kerugian besar karena uangnya di curi oleh salah satu sahabatnya sendiri, terlebih produk yang di hasilkan kurang laku di pasaran lantaran masih kalah dengan produk yang sudah lebih dahulu terkenal. 

Kegagalan bukan berarti berakhir. Ahmad Anggoro tahu itu, ia tetap saja berusaha dan tak kenal menyerah. Berbekal dari pengalaman, ia kemudian berinovasi untuk membuat kaos dengan desain lebih modern, simple dan mengikuti trend perkembangan jaman saat ini.

Titik terang usahanya mulai kelihatan pada tahun  2011,Produk kaos yang ia hasilkan mulai di kenal orang dan permintaan juga mulai membanjir. Dengan beragama desain dan tampilan yang moedern, kaosnya mulai laku di pasaran dan menghasilkan keuntungan yang lumayan besar. Dengan biaya pembuatan sebesar Rp. 30.000 - Rp. 40.000, ia menjual kasonya seharga Rp. 100.000,- dengan kata lain untuk tiap item ia dapat menghasilkan keuntungan sekitar Rp. 60 ribu hingga Rp. 70 ribu / item. Sementara penjualan kaos perbulannya dapat mencapai 60 - 70 item.

Seiring dengan kemajuan usahanya, ia mencoba berinovasi dengan menjual produk selain kaos seperti Tas, Dompet, celana dll. Kini, di usianya yang masih sangat muda, Ia telah mendapatkan omzet usaha sekitar Rp. 100.000.000,- perbulan. Tak hanya itu, secara tidak langsung pemuda asal Kediri ini telah membka lapangan kerja baru bagi 50 pekerja yang bekerja di tempat usahanya. Kini ia telah memiliki berbagai hal yang di inginkan oleh pemuda kebanyakan termasuk saya pribadi, mobil, istri, rumah pribadi dan tentunya memberangkatkan orangtuanya untuk melaksanakan ibadah haji.








Hamzah Izzulhaq pengusaha muda
 Bisnis bimbel 

Modal sisa untung berjualan pulsa, ia gunakan untuk membeli mesin pembuat pin. Waktu itu ia masih kelas 2 SMA. Namun, lagi- lagi usahanya gagal, Hamzah yang tak mengerti mesin akhirnya justru mematahkan alat tersebut. Sang ayah pun marah besar mendengarnya. Tapi, Hamzah masih ingin terus menyalurkan hasrat bisnisnya. Dimulai di tahun 2004, sebuah seminar bisnis membuka mata Hamzah, bagaimana sebuah bisnis bimbel seharusnya dikerjakan dan apa prospeknya.
Itulah menjadi panggilan tersendiri baginya. Ia termasuk tipe berani mencoba tanpa harus ada embel embel passion. Dia benar- benar selalu merasa pekerjaanya adalah passionya, bisnis -lah passionnya. Dia pun mencoba bertanya tentang bisnis bimbel langsung. Sebagai catatan menarik Hamzah bukanlah dari keluarga tidak mampu. Ayahnya merupakan seorang dosen di Universitas Gunadarma, beliau yakin anaknya bukan tipe pemalas selalu mendukung langkahnya.
Dimulai dari awal sekolah dasar, Hamzah mulai mencari- cari tambahan uang jajan. Dia mulai mencari- cari uangnya sendiri dari mengamen hingga ojek payung. Dia bahkan pernah menjadi seorang tukang parkir. Adanya seminar bimbel, dia benar- benar menginginkan bimbelnya sendiri, tapi tak membangunnya dari nol. Kala itu si empunya Bimbel memberikan penawaran menggiurkan kepadanya. Tak ayal, dangan pasti, dia meminjam uang 70 juta dari ayahnya tanpa ragu untuk sebuah bisnis.
Berkaca dari kegagalan, dimana dia pernah membuka bisnis pembuatan pin hingga mematahkan alatnya. Ayah dan ibunya terlihat cukup ragu kala Hamzah mengutarakan niatnya. Tetapi, Hamzah terus meyakinkan ayah dan ibunya bahwa bimbel merupakan jalan kesuksesannya. Dia langsung menghubungi pembicara seminar untuk lebih lanjutan ketika ijin itu datang. Caranya? dia mempelajari serius semuanya dari merketing, keuangan, hingga prospek. Dia benar- benar ingin menekuni bimblenya.
Dia mengambil alih satu system, semua pengajar dan juga UTANG -nya. Untung, pemilik bimbel bukanlah seorang yang memanfaatkan keseriusannya atau sejenis penipuan. Bisnis mengambil alih punya satu tantangan tersendiri, berbeda dengan memulai dari nol, ia harus menjaga semuanya tetap stabil di awal- awal tahun. Dia harus memastikan dengan datang sendiri ke bimbel lalu berdiskusi bersama pengejarnya. Jika dia benar- benar tidak belajar sudah dipastikan bimbel akan rutuh.
Dia tidak mau setengah- setengah apalagi modalnya uang mobil 70 juta. Dia fokus harus mengembalikan uang tersebut berbentuk mobil untuk ayah dan bunya. Jika berhasil bertahan, bimbelnya akan terlihat hasilnya lambat laun jika tidak ada media promosi; bukan perkara mudah. Dia bisa diibaratkan seperti mengambil alih perusahaan utuh. Hamzah harus membayar mahal serta belajar keras mengikuti alur.


Dengan kemampuan menganalisanya, ia yakin melawan rasa takut akan kerugian. Berhasil mengembangkan usaha bimbelnya hingga total ada 44 cabang. Barapa yang dia dapat? 730 juta pertahun, sebuah nilai yang sangat tinggi untuk pemuda 19 tahun. Tidak puas hanya bisnis bimbel, Hamzah merambah dunai sofabed dari mengambil alih usaha orang lain. Cara yang hampir sama dengan bimbelnya, mungkin juga bakatnya untuk mengambil bisnis.

Dengan pengalamannya mengelola bimbel, dia memiliki kepercayaan tinggi untuk mengelolai usaha barunya. Tak ayal, dar bisnis sofabed berkembang secara baik walau cukup tersendat di awal. Dikutip dari berbagai sumber, Hamzah Izzulhaq sang pengusahan muda, memiliki prinsip tersendiri mengenai menjadi entrepreneur atau wirausahawan. Hamzah adalah pengusaha muda, pemilik CV. Hamasa, yang memiliki cabang usaha waralaba bimbel dan bisnis sofa bed.

Dia menyebut lima prinsip juga akan berlaku bagi kita semua. Apa itu, itu adalah:

Pertama, memperbaiki kualitas hubungan dengan lingkungan. Lingkungan membangun karakter menjadi seorang entrepreneur. Mungkin, kita akan menemukan kata "ah, ngapain sih bisnis? nanti aja""sok tua loh hidup aja dulu". Hamzah menekankan kita jika berteman dengan orang pesimis seperti ini, maka kita akan ikut pesimis.

Kedua, bagi anda yang ingin memulai bisnis, jangan memulai dari nol. Dia berkata "kalau istilah tangga, ada tangga 1 sampai 5, maka kita bisa memulai dari tangga 4 atau lima. Misalnya, kita bisa meneruskan usaha yang dirintis orang lain."

Ketiga, Jangan pernah jadi seorang NATO (No Action Talk Only). Jika punya kayakinan, kita harus bisa memperjuangkannya Kita membutuhkan action cepat. Hamzah mayakinkan bahwa usaha tanpa action sama saja berbohong kepada semuanya.

Keempat, perbaiki hubungan dengan Tuhan dan orang tua. Orang tua akan mendoakan kita yang terbaik hingga mencapai kesuksesan. Sedangkan, ketika dekat dengan Tuhan maka kita tidak akan terjebak kesombongan setelah menjadi sukses.

Kelima, ingatlah kepada sesama. Kita tidak boleh lupa power of giving, bersedekah akan membantu menjadi pengusaha sukses. Janganlah kita melihat siapa yang bicara tetapi isi yang dibicarakannya.

Profil Singkat Theresia Deka Putri


Theresia Deka Putri, 27 tahun, memulai debutnya di dunia wirasusaha modal kepercayaan akan peluang. Dia yakin kepada kopi, terutama jenis kopi luwak, yang mampu mengantarnya ke pintu kesuksesan. Awal mulanya menjadi tenaga pemasaran kopi eceran. Ia lantas bertekat membangun bisnis sendiri. Dia belajar menjadi seorang ahli kopi otodidak. Tahun 2007, bermodal sekitar Rp. 200 juta, Putri bulatkan mengerjakan bisnis kopi luwak.

Kopi luwak sendiri

Putri selalu berpikir tentang menciptakan produknya sendiri. Tanpa mengandalkan perusahaan supplyer. Dia ingin memiliki kebun sendiri, dan juga luwak sendiri. Relasi yang kuat menjadi andalan memastikan kekuatan mereknya. "Dari pemilik warung, saya memahami selera kopi yang digemari konsumen. Itu pengalaman berharga." Dia akhirnya memiliki kebun sendiri sebesar empat hektar. Namun kebutuhan semakin meningkat, akhirnya Putri urung melepaskan supplyer.

Dia menjalin kemitraan dengan para petani kopi di kawasan Bondowoso dan Malang. Meski punya produk sendiri, dia tetap menjajakan produk lain dari perusahaan lainnya. Ia melakukan hal tersebut sebagai upaya memberikan variasi pada produk CV. Karya Semesta. Setelah resmi satu tahun perusahaan beroperasi telah memproduksi dan menjual produknya sendiri, pada 2011, Theresia Deka Putri menghasilkan omset Rp. 1 miliar pertamanya.

Tahun lalu Putri telah sukses bisa memenuhi 90% dari target dengan omzet Rp 1,6 miliar yang dipatoknya.


"Ada saja tantangannya. Tapi ibarat manusia, kita tidak bisa mengarahkan angin, tetapi masih bisa mengarahkan layar. Ini yang saya lakukan untuk orang tua, mungkin mereka di sana (surga) bisa melihat saya sukses disini," tutur Putri.

Kunci sukses ada di aneka pasar ditarget. Putri telah memiliki segementasi luas di tiap produknya. Tak lagi fokus kepada kelas premium. Gajah Hitam memiliki segmen kalangan menengah bawah dari warung ke warung. Dua merek lain, Luwak Lanang dan Luwak Landep dipilih menjadi produk kelas premium, yang menyasar penikmat kopi menengah atas.

"Kopi Luwak Lanang selalu habis dipesan orang dari luar negeri," ujarnya.

Sesuai namanya, Luwak Lanang merupakan produk premium berasal dari fermentasi biji kopi dari luwak jantan. Hal tersebut dimaksud memunculkan aroma khas. "Luwak jantan mengeluarkan enzim jauh lebih kuat dari betinanya." Demikian pula Lanang Landep, Ia hanya menggunakan biji- biji kopi tunggal atau biji kopi lanang (pearl berry). Biji kopi tersebut disortir secara ketat mencari di kumpulan biji kopi.

Setiap bulan, perusahaan mengeluarkan berton- ton biji kopi. Luwak Lanang saja bisa membutuhkan 1,6 ton biji kopi untuk diproduksi. Ini semua berkat aneka pameran yang diikutinya setiap ada kesempatan. Tak heran jikalau perusahaan miliknya mampu mendapatkan banyak penghargaan dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Meski begitu, Putri masih berpikir perusahaannya butuh produk- produk olahan baru, seperti minuman teh.

Putri ingin menciptakan kesan lebih lewat kemasan, mengingat itu merupakan kunci sukses lainnya. Kini dia bahkan sudah punya alat- alat pembuat kemasannya sendiri. Lain hal, ia melakukan lain hal bagaimana memenuhi permintaan pasar. Hasilnya, kali ini setiap bulan, ia bisa memproses berton- ton biji kopi. Lalu ia mengemasnya sendiri. Produk andalan masih Kopi Luwak Lanang, darisana ia mengaku mengolah 1,6 ton biji kopi tiap harinya.

Diluar itu ia bisa mendapatkan puluhan ton jelasnya kepada Kontan. Tak heran jika penghargaan mengalir di tangan gadis 25 tahun ini. Yaitu penghargaan dari Kementrian Koperasi Usaha Kecil Menengah (UMKM). Setelah sekian lama berencana Putri pun sudah punya produk teh sendiri. Tercatat dia pemilik produk teh yang berlabel Gambung Tea. Wanita yang menyenyam pendidikan Manajemen ini tetap fokus pada paket dalam produknya.

Setiap saset dibuatnya semenarik mungkin. Lantas, siapakah Theresia Deka Putri?  Bagaimana ia mengemas dirinya, sosoknya sudahlah jelas seorang pekerja keras, yang memang sudah aktif berbisnis sejak kecil. Ini bisa jadi satu catatan bagi kamu. Sedari sekolah ia sudah berjualan sepatu sendiri, baju, serta aneka produk fashion. Saat itu, seperti orang seusianya, pelanggan Putri hanyalah keluarga dan teman- teman sekolahnya.

Tahun 2002, tercatat ia merambah bisnis teh bermodal keyakinan dari salah satu produsen.

"Saya turut berkeliling dari warung ke warung untuk tawarkan bermacam product minuman itu," kenang wanita yg besar di Gresik ini.
Kegigihannya menjadikan koneksi kuat di jaringan warung- warung kopi di kawasan kota dan kabupaten lain di Jawa Timur. Tak cuma tinggal diam, ia membuat produknya sendiri, sukses Kopi Lanang ini berkat mimpinya ditambah kerja keras. Tahun 2008, dia cuma bermodal pemanggan milik orang lain. Yaitu memanggang dengan penggorengan terakota. Sebuah tempat penggilingan biji kopi yang memberikan satu layanan bagi kamu menggiling sendiri.





Rizka Romadhona: Bisnis Pesat dari Olahan Talas



Tumbuh pesat dalam waktu singkat dan punya potensi besar untuk terus berkembang. Itulah yang menonjol dari bisnis Lapis Bogor Sangkuriang yang dibangun oleh Rizka Wahyu Romadhona (29), yang mengantarnya menjadi Pemenang I Lomba Wanita Wirausaha Mandiri Femina 2013. Di balik kelezatan kue lapis yang kini sedang laris manis itu, ada kerja keras, visi, dan kerapian manajemen yang dibangun sehingga mampu membawa bisnis ke tingkat yang lebih tinggi.


Naluri Bisnis Manajer Telco
Siang itu, outlet Lapis Bogor Sangkuriang di Jalan Pajajaran Bogor, terlihat penuh sesak oleh pengunjung. Yang mengherankan, meski dikatakan stok habis dan baru akan ada lagi pada pukul 14.00, pengunjung tak beranjak dari toko. Meski untuk itu harus menunggu hingga sejam. “Memang  tiap hari ramai begini,” ujar Rizka, pemilik usaha lapis Bogor.

Apa yang unik dari kue lapis Bogor ini hingga diburu sedemikian rupa? Kue lapis berwarna kuning dan ungu bertabur keju ini memang lezat dan lembut. Uniknya lagi, dibuat menggunakan tepung talas sebagai bahan utamanya.

Seperti kita ketahui, talas merupakan bahan pangan yang banyak dijumpai di Kota Bogor. Rizka juga mengemas bisnisnya sebagai oleh-oleh khas Bogor, dengan kemasan boks yang didesain khusus dan premium. Dalam kemasannya dicantumkan lokasi pariwisata di Bogor, untuk lapis Bogor edisi Green Tea, bahkan menyertakan peta Bogor di dalamnya.

Siapa sangka, wanita yang terjun di bisnis kuliner ini adalah lulusan Teknik Elektro, Institut Teknologi  Sepuluh November (ITS), Surabaya. Lulus kuliah, Rizka sempat berkarier di industri telekomunikasi di bidang electrical engineering. Jabatan terakhirnya sebagai project manager. “Sejak dulu saya sudah sering jualan. Apa saja yang bisa dijual, seperti baju. Lalu, sewaktu masih kerja kantoran, saya jualan bakso,” kenang wanita kelahiran Surabaya, 15 Juni 1984, ini.

Dari pesanan demi pesanan yang dilakoninya sembari kerja 9 to 5, Rizka yang merintis bisnis bersama suaminya, Anggara Kasih Nugroho Jati (29), sesama almamater ITS,  pun mulai berhitung. “Kalau dijalani free time saja sudah bisa punya penghasilan lumayan, apalagi kalau diseriusin,” begitu pikirnya. Ia pun mantap resign untuk menjalani bisnis bakso.

Selain membuka booth dengan ukuran 2x3 meter di pusat perbelanjaan, Rizka juga menjadi supplier bakso untuk gerai-gerai bakso. Namun sayang, setelah sekitar 3 tahun berjalan, omzet bisnisnya terus menurun setelah mitranya satu per satu menutup gerai. Rizka pun terpaksa menutup bisnisnya.

Ia juga harus menanggung kerugian sampai harus menjual mobil, motor operasional, dan menunggak pembayaran angsuran rumah hingga empat bulan.

Dalam kondisi kepepet, Rizka dan suaminya memutar otak untuk merintis bisnis baru. Akhirnya terpikirlah untuk melirik bisnis oleh-oleh. Di mata Rizka, Bogor adalah kota wisata yang potensial. Bisa dipastikan, tiap akhir pekan jalanan di Puncak selalu dipadati kemacetan. Ini adalah salah satu peluang besar untuk digarap.

“Karena saya dari Surabaya, saya sangat terkesan dengan lapis Surabaya. Lalu terpikirlah untuk membuat lapis Bogor,” ujar Rizka, yang mengaku sebetulnya tak pandai memasak. Sejak itu, Rizka pun menimba resep kue lapis dari ibunya, dan belajar keras untuk mempraktikkannya.
 
Ide membuat lapis sudah didapat. Selanjutnya, Rizka mengkreasikan lapisnya dengan mencari bahan baku lokal yang bisa diangkat. “Banyak sekali bahan pangan khas Bogor, ada peyeum, talas, juga ubi cilembu. Kami mencoba mengangkat talas,” tutur Rizka, yang memulai bisnisnya dengan modal Rp500.000 dan mixer mertua.

Efisiensi dan Inovasi
Mengenalkan sebuah produk kuliner baru ke masyarakat adalah sebuah pe-er tersendiri. Konsumen pertama Rizka adalah tetangga, teman-teman terdekat, serta kelompok pengajian. Selain pesanan dari teman, Rizka juga gigih memasarkan lapisnya ke instansi pemerintah.

Rizka memahami, sebagai pebisnis pemula, sangat penting untuk merintis jejaring. Ia pun sering mengikuti pameran-pameran yang diadakan oleh instansi pemerintah. Dari relasi itu, ia bisa masuk ke jejaring Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Rizka pun mendapat izin untuk membuka booth di hotel atau restoran kawasan Puncak yang sedang mengadakan diklat atau meeting.

Rizka  juga mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) untuk memperbaiki desain kemasan. Sampai kemudian, Rizka bisa membuka gerai sendiri, pada Desember 2011, di Jl. Sholeh Iskandar, Bogor. Kini, Lapis Bogor Sangkuriang punya dua outlet lain, yakni di Jl. Pajajaran, dan Rumah Makan Raffles di kawasan Puncak, Bogor.

Ketika bu ka pertama kali, nama lapis Bogor masih awam bagi konsumen. Awalnya mereka hanya mengenal lapis legit atau lapis Surabaya. "Kami mengenalkan lapis Bogor dari talas kepada publik,” ujar Rizka, yang merasa senang sebab lama-kelamaan warga Bogor punya rasa memiliki terhadap produknya.

Pada saat bisnisnya makin menanjak, tantangan Rizka berikutnya adalah pengelolaan SDM. Tak sedikit karyawan yang direkrutnya merupakan anak-anak putus sekolah. Menurut Rizka, persentase anak jalanan, lulusan SD dan SMP yang menjadi karyawannya mencapai 77%. Sisanya adalah lulusan SMK dan ibu rumah tangga. “Kami ingin memberdayakan masyarakat sekitar yang memiliki potensi, namun tidak dapat berkarya di perusahaan formal karena   faktor pendidikan,” ujar Rizka.

Sulitnya mengatur pekerja ini membuat Rizka sempat kelimpungan dan nyaris menutup bisnisnya. Atas saran teman, ia pun memutuskan untuk menggunakan jasa konsultan guna membenahi manajemen. Hasilnya, ternyata tak hanya membantu dalam hal manajemen SDM, tetapi juga berhasil mengelola kelangsungan produksi.

Ungkapan bahwa guru terbesar adalah pengalaman, dialami sendiri oleh Rizka. “Kami mulai membenahi organisasi dengan membuat SOP (standard operating procedures), matriks kompetensi karyawan, dan KPI (key performance indicator) untuk karyawan. Semua kami lakukan dari pengalaman bisnis bakso,” ujar Rizka, yang tengah menyusun tesis untuk S-2 Manajemen Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pengalamannya sebagai karyawan yang pernah berada di posisi manajer, mengajarkan bagaimana mengatur orang. Selain pembenahan manajemen dan membangun budaya kerja yang kondusif bagi 114 karyawannya, Rizka juga menerapkan efisiensi di semua bagian.

“Segala sesuatu ada catatannya. Misalnya,  tiap kelebihan keju 1 gram, dikali harga kejunya sudah berapa. Kalau kami tidak punya catatan seperti itu, tidak akan bisa terdeteksi,” tutur Rizka, yang memegang prinsip ‘Believe is good but check is better’ dalam mengawasi kinerja karyawannya.
 
Keahliannya di bidang electrical engineering  tidak sia-sia. Ia bisa merancang sendiri pelistrikan dan pengaturan daya untuk pabrik barunya. Begitu juga dengan keahliannya membuat program komputer, Rizka bisa merancang sendiri software khusus untuk customer service.

Pelajaran lain yang diterapkannya, Rizka berusaha tak menggunakan modal pinjaman untuk membesarkan usaha. “Dulu, kami diajari mencari modal menggunakan kartu kredit. Tapi, akibatnya malah terbelit sendiri. Tiap hari dikejar debt collector. Sekarang, semua ekspansi usaha murni menggunakan uang dari hasil keuntungan,” ujar Rizka, yang sekarang enggan menggunakan modal pinjaman, kecuali lewat KPR untuk outlet atau pabrik.
 
Dari skala rumahan, sekarang produksinya sudah mencapai 4.300 kotak per hari, dengan harga per kotak antara Rp25.000 - Rp30.000. Dari modal Rp500.000, sekarang omzetnya mencapai miliaran rupiah per bulan. Itu pun belum memenuhi permintaan pasar yang amat tinggi. Itulah sebabnya, ia masih membatasi pembelian, maksimal 5 kotak per orang, bahkan hanya 2 kotak di akhir pekan. “Pagi buka langsung habis, baru ada lagi pukul 14.00. Masih ada jeda waktu konsumen tidak bisa kebagian,” kata Rizka, menyayangkan.

Sudah menjadi hukum alam, bisnis yang sukses akan selalu diikuti oleh competitor. Kini sudah ada 8 kompetitor follower lapis Bogor. “Dari pelayanan dan kualitas produk, saya berani bersaing," tutur Rizka, yang produknya sudah mengantongi sertifikat halal dan P-IRT (Produksi Pangan Industri Rumahan).

Bekerja sama dengan IPB, ia juga mengembangkan produknya agar lebih sehat, tanpa bahan pengawet dan terjaga kehigienisannya. Rizka pun menargetkan kapasitas produksi hingga 12.000 boks per hari di tahun ini.







Hafiza Elfira, wanita cantik ini adalah seorang Mahasiswi Universitas Indonesia yang kini berusia 22 tahun.

Wanita muda ini boleh dibilang penuh dengan inovasi cerdas dalam berbisnis, bagimana tidak, dia mampu memberdayakan ibu-ibu penderita kusta di Sitanala di bawah naungan Nalacity Foundation. Bisa dikatakan pengusaha wanita muda ini adalah seorang Socialpreneur. Yaitu Entrepreneur yang memiliki dampak positif dalam bidang sosial.

Hafiza sukses membekali ibu-ibu penderita kusta dengan ilmu menjahit manik-manik pada jilbab. Tak dinyanan, ternyata hasil karya jilbab manik-manik para ibu-ibu penderita kusta itu mempunyai nilai jual yang tinggi dan laris di pasaran. Walhasil, Hafiza bersama Nalacity Foundation mampu meraup omzet ratusan juta per bulannnya dari penjualan jilbab manik-manik.

Hafiza pun mendapatkan penghargaan sebagai
- 10 Pengusaha Muda Sukses versi Yukbisnis.com



Spoiler for Yasa Singgih


Never too young to become a billionaire. Inilah prinsip hidup Yasa, anak muda yang lahir dengan nama lengkap Yasa Paramita Singgih pada tanggal 23 April 1995 di Kota Bekasi. Terlahir di keluarga yang biasa-biasa saja, membuat Yasa memutuskan untuk hidup mandiri dengan berbisnis. Keputusan itu hadir dikarenakan saat usia 15 tahun, Ayahnya terkena serangan jantung sehingga harus dioperasi. Sebagai anak paling kecil ia merasa menjadi beban terakhir keluarga, dan kejadian itulah yang menjadi titik balik hidup Yasa untuk menjadi mandiri dalam hidup supaya bisa membahagiakan orang tuanya sebelum terlambat.

Sejak berusia 15 tahun ia sudah mulai mencari uang sendiri dengan menjadi MC di berbagai acara Sweet 17 & musik. Di usia yang sama ia juga mulai berjualan lampu hias secara online, namun tak lama kemudian usaha lampu hiasnya tutup lantaran supplier tidak dapat memberikan barang lagi.

Alhasil pada usia 16 tahun Yasa banting setir ke usaha fashion. Sempat beberapa kali gagal di beberapa bisnis dan diremehkan banyak orang, akhirnya dia berhasil membangun brand fashion dengan nama Men’s Republic. Dua tahun berhasil mengembangkan brand Men's Republic ia pun berhasil meraih beberapa impiannya. Perjalanan bisnis nya tidak semulus banyak orang kira, ia pernah mengalami rugi ratusan juta rupiah dalam berbisnis, mulai dari bisnis kuliner, EO, dll pernah menjadi pelajaran berharga untuknya.

Selain itu, sekarang ia juga memiliki bisnis di bidang asset yaitu komplek perumahan dalam bentuk kavling tanah di Bogor dan menghandle bisnis management consulting bernama MS Consulting.

Di usia 18 tahun, Yasa bisa membayar uang kuliahnya di Universitas Bina Nusantara dengan hasil keringatnya sendiri. Ia juga sering memberikan sharing seputar bisnis, motivasi dan pengembangan diri. Dalam sharing yang bawakan Yasa, ia terkenal selalu memiliki pembawaan yang santai, humoris namun sangat menyentuh hati.

Sampai dengan sekarang ia masih sering kali gagal, gagal dan gagal dalam setiap hal yang ia lakukan, karena ia percaya bahwa gagal = belajar. When you stop learning, you stop growing. Keep FIGHT!




Menjadi seorang pewirausaha butuh perjuangan ekstra keras untuk mendapatkan kesuksesan. Riezka Rahmatiana, pemilik usaha Justmine Pisang Ijo, termasuk salah satu perempuan yang mengalami jatuh bangun dalam mencapai kesuksesannya.

Sebelum sukses, Riezka sempat mengalami kegagalan dalam berbagai bisnis seperti bisnis kafe, booth makanan, network marketing, dan membuatnya terlilit banyak utang. Dengan sisa uang yang dimilikinya, Riezka pun mendapat ide untuk menjual es pisang ijo asli Makassar pada tahun 2008.

"Bisnis ini saya mulai dengan modal Rp 150.000 yang digunakan untuk bahan baku membuat pisang ijo," ungkap Riezka, saat pembukaan Ernst &Young Entrepreneurial Winning Women 2013 di Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia mencari resep pisang ijo yang paling cocok dengannya, termasuk belajar langsung dari pemilik restoran Makassar.

"Tantangan kembali dihadapi karena orangtua tidak setuju kalau saya jualan pisang ijo. Namun, saya tetap kekeuh mau usaha ini karena saya yakin pasti sukses," tambahnya.

Dengan kepercayaan diri dan keyakinan akan sukses, Riezka bertekad melanjutkan usahanya. Hasilnya, setelah dua bulan usahanya mulai terlihat hasilnya, dan disukai pasar. Ia pun lantas menambah varian es pisang ijonya dengan rasa cokelat, vanila, strawberry, dan durian.

Tahun 2009, Riezka sudah memiliki tiga cabang pisang ijo di kawasan Bandung. Tahun itu juga ia mulai mengubah sistem penjualan pisang ijonya menjadi sistem kemitraan. Sistem kemitraan ini dikembangkan menjadi salah satu cara pemberdayaan masyarakat sekitar untuk meningkatkan pendapatan tanpa harus repot memikirkan resep makanan dan proses pembuatannya.

Kesuksesan wirausahanya ini membuatnya meraih berbagai penghargaan seperti
- The Young Entrepreneur Award,
- Top 15 Franchises Best Choice,
- Ernst & Young Entrepreneurial Wining Women 2012,

Riezka mengungkapkan untuk mendapatkan kesuksesan, Anda tidak boleh egois saat mewujudkan impian Anda.

"Setiap orang punya impian untuk punya usaha dan sukses. Namun ketika hanya memikirkan kesenangan dan ambisi pribadi, usaha Anda bisa saja hancur dan putus asa. Anda membangun usaha dengan impian untuk membahagiakan keluarga, sehingga ketika gagal Anda akan terus termotivasi untuk bangkit dan sukses," tambahnya.


Selain itu, Riezka juga berpendapat bahwa ketika menjadi wirausaha, Agan harus banyak bergaul dengan pengusaha lain yang sudah sukses.